Posted in OBSESSION

5. OBSESSION : “She”

image

I could not live in solitude and loneliness, where only hear the echo of my own mind, disconnected from all over the world, and immersed in obsessions and memories.
–Was-was.com

————————————–

Masih pagi hari dan cuaca masih gelap di dukung gerimis, tapi Jiyeon bahkan harus mengucapkan selamat tinggal pada kebiasaannya yang bangun siang hari di saat jam kuliah kosong. Tidurnya terbangun dengan tidak elitnya saat Minho menciumi garis rahangnya secara sensual, ini kebiasan aneh Minho yang lain. Jiyeon bahkan tidak percaya jika suara menjijikan yang ia dengar adalah suaranya sendiri.

Jiyeon hanya bisa pasrah disaat Minho membuka selimut dan beralih untuk menindihnya, menciumi wajah Jiyeon sampai puas lalu beralih ke tulang selangka Jiyeon. Tidak ada yang dapat menggambarkan bagaimana perasaan Jiyeon saat ini. Yang jelas setiap sentuhan yang Minho berikan terasa nikmat dan Jiyeon berat mengakui bahwa ia mulai menyukainya. Minho gila, dan Jiyeon mulai tertular gila.

Jiyeon hanya mengenakan tanktop putih dan celana katun panjang, sementara Minho mengenakan t-shirt putih tipis dan boxer hitam. Cuaca di luar sangat menguntungkan bagi Minho karena hormon remaja sialan Jiyeon kembali muncul.

“Jadi Jiyeon, apa kau masih berpikir untuk tidak meniduri pria tampan seperti Minho? Jika aku jadi kau, aku tidak akan bisa tahan.”

Berkali-kali Jiyeon berusaha menghapus ingatan tentang perkataan Sulli. Disaat Minho mulai menciumi bibirnya, Jiyeon justru menghitung domba dalam hati. Ini tidak benar dan jelas-jelas salah. Mungkin jika akal sehat Jiyeon normal, ia sudah dengan senang hati menendang Minho menjauh. Tapi kali ini akal nya benar-benar tumpul. Harus melakukan apapun Jiyeon tidak tahu.

Pasrah di bawah tindihan Minho adalah satu-satunya yang dapat ia lakukan. Melingkarkan kedua tangannya di leher Minho adalah langkah selanjutnya, dan membalas ciuman Minho merupakan langkah besar. Bukan satu atau dua kali Jiyeon membalas, sudah terhitung sejak satu minggu mereka tinggal bersama. Hampir setiap hari Minho menciumnya dan sebanyak itu juga Jiyeon membalasnya.

Setelah puas berciuman lama sampai bibir Jiyeon sedikit membengkak, Minho beralih menghisap ujung telinga Jiyeon sambil memberi gigitan kecil. Kakinya ia biarkan menumpu di atas kasur dengan kaki kanan dan kirinya yang lebar, membiarkan kedua kaki Jiyeon berada di tengah-tengahnya. Tidak menempel, karena topangan kaki Minho cukup kuat untuk memberi jarak antara tubuhnya dan tubuh Jiyeon. Setelah puas dengan telinga, Minho kembali bermain di tulang selangka Jiyeon, menjilat dan menggigitnya. Jiyeon menjambak rambut Minho, menariknya keatas dan mencium bibir Minho gemas.

“Tepat jam tujuh.” Kata Minho bergumam. Napasnya dan Jiyeon sama-sama berat setelah terlibat ciuman panjang. Dahi mereka saling menempel dan jarak antara bibirnya dan Jiyeon hanya berjarak satu jari.

Jiyeon menatap jengkel Minho, “kau mengganggu tidur ku lagi.”

“Ini hari minggu Jiyeon. Aku harap kau tidak lupa.” Minho mencoba memberikan tatapan berarti membiarkan Jiyeon menebak-nebak apa yang di maksud. “Jika kau bodoh, ini memang hari minggu. Tidak ada yang bilang ini hari jumat.”

Minho diam sesaat, “rumahku?”

“Oh ya Tuhan!” Daya ingatnya yang lambat membuat Minho menyentil dahi Jiyeon gemas, gadis itu terlihat panik saat mendorong Minho dan berdiri mulai bercermin, ia menyisir rambut panjangnya dengan jari sambil sesekali melirik Minho yang terbaring santai di kasur. Pria itu melipat kedua tangannya di bawah kepala, diatas bantal. Menikmati setiap gerak yang gadisnya ciptakan.

Sekali lagi Jiyeon melirik Minho, “kenapa aku bisa lupa jika hari ini kita akan kerumah mu.”

“Karena kau bodoh.” Jawab Minho enteng. Jawabannya membuat Jiyeon berjalan perlahan, duduk di tempat kosong samping Minho, saling mengamati satu sama lain.

“Serius ya, aku mulai panik. Apa Ibu mu akan menyukaiku? Atau mengusirku bahkan sebelum aku memencet bel rumah mu. Oh Tuhan, kenapa ini terlihat sulit padahal hanya akan bertemu dengan Ibu mu. Hey…” Jiyeon bersidekap menatap Minho kesal sedangkan pria itu mengangkat satu alisnya menunggu kalimat selanjutnya, “kenapa juga aku perduli? Bukannya bagus jika Ibu mu tidak menyukaiku? Itu tandanya dia akan menyuruh mu untuk menjauhiku.”

Minho diam sesaat, banyak yang ia pikirkan mengenai perkataan Jiyeon. Membuatnya mengulang memori masa lalu, saat Minho memperkenalkan dia dengan Ibunya. Respon negatif dari sang Ibu membuat hubungan mereka merenggang. Ibu nya bahkan bersikap trasnparan untuk membuat Minho dan dia berpisah. Tapi, saat itu cinta Minho begitu kuat hingga rela membantah Ibu nya dan membela wanita yang ia cintai.

Setelah apa yang terjadi, Minho mungkin akan bersikap sama untuk kedua kalinya jika sang Ibu kembali menentang. Tapi ia tidak akan mau kehilangan untuk kedua kalinya. Jiyeon tidak akan ia biarkan lari, tidak untuk kali ini. Cukup dia yang pergi, tidak dengan Jiyeon.

Minho menarik tubuh Jiyeon ke pelukannya, “kau terlalu banyak bicara.” Kata Minho setengah mendengus, ia kemudian beralih mencium rambut Jiyeon sambil memikirkan banyak hal. Diantara banyaknya pikiran, dia kembali muncul. Bagaikan mimpi buruk yang terus mengganggu, dia seperti parasit. Dimana ada kesempatan, dia selalu ada. Meneror dan itu seperti kutukan bagi Minho, bahkan terkadang saat melihat Jiyeon, Minho justru teringat padanya.

Tapi di lain kesempatan, Minho akan melihat Jiyeon seperti Jiyeon. Bukan seperti dia. Banyak perbedaan antara dia dan Jiyeon. Jiyeon lebih mendominan, lebih cerdas dan lebih cemerlang. Gadis itu terkadang menjadi penurut namun tidak lama kemudian memberontak, Jiyeon juga tipikal gadis ceria dan penuh perhitungan. Dan Jiyeon bahkan mampu membuat Minho merasakan perasaan yang lain. Tidak hanya debaran biasa, tapi debaran bercampur aura musim semi.

Dan Minho sangat suka saat Jiyeon bersikap manja.

“Minho..”

Minho menurunkan lirikannya, melirik wajah Jiyeon dari celah-celah rambut gadis itu, ia bisa merasakan saat Jiyeon membuat pola melingkar di dadanya dengan jari telunjuk, “hn?” Minho mulai bergumam ambigu. Tapi Jiyeon jelas tahu maksud dari gumaman ambigu tersebut.

Jiyeon mendongak yang langsung di hadiahi ciuman pada dahinya oleh Minho, saat gadis itu tersenyum karena ciumannya, Minho merasakan perasaan itu lagi. Perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan, kali ini lebih kuat. “Aku tidak percaya dengan ini semua. Maksudku, kau tahu kan seberapa keras aku menolak mu dan berkali-kali mencoba kabur. Tapi sekarang aku disini, justru aku tidak pernah berpikir untuk lari lagi.”

“Kau tahu kenapa?”

Minho menunggu kalimat selanjutnya lewat tatapan matanya membuat Jiyeon tersenyum, “karena aku pikir percuma saja lari. Lagipula, saat bersama mu aku tidak merasa kesepian lagi. Oh, ayolah ini percakapan paling absurd diantara kita.” Minho terkekeh sebentar, sedangkan Jiyeon menatapnya cemerlang. “Tapi aku serius tentang ini.” Jiyeon merubah posisinya, ia bergeser duduk di pangkuan Minho dan mengalungkan kedua tangannya pada bahu kekar Minho, “aku berpikir untuk berhenti bermain kucing-kucingan. Menjalani suatu hubungan denganmu tidak terdengar buruk, kan?”

Jiyeon lega setelah mengeluarkan isi hatinya. Ia sudah berpikir matang tentang ini, tentang dia dan Minho. Apa yang ia sampaikan memang benar apa adanya, ia tidak pernah kesepian lagi. Selalu ada Minho, dan itu membuatnya mulai terbiasa bahkan terlalu terbiasa. Mungkin jika Minho pria botak dan gendut Jiyeon akan lebih memilih mati bunuh diri daripada terus terjebak seperti ini. Tapi Minho tampan, Jiyeon tidak ingin naif untuk mengakui itu. Persentase ketampanan seseorang selalu menjadi dasar penting cinta bersemi. Tapi Jiyeon akan tegas menolak mengakui jika ia jatuh cinta pada Minho. Ia hanya tertarik, dan tidak mempunyai opsi lain.

“Bagaimana?” Tanya Jiyeon penuh harap.

Minho menatap Jiyeon penuh arti, seulas senyum samar terlihat. Bahkan wajah bangun tidur seorang Choi Minho bisa dikatakan luar biasa. Wajahnya polos berseri namun tidak menghilangkan kesan tegas. Dan yang terpenting poni yang menutupi kening Minho tertata rapih tidak berantakan.

Mata Jiyeon terpejam saat Minho menciumi bulu matanya, “kau tahu itu kalimat yang selalu aku tunggu.” Kata Minho dengan suara sedikit serak tapi seksi. Jiyeon tersenyum berikutnya, memberikan pelukan hangat di pagi hari.

“Ini sudah jam tujuh lewat tiga puluh dua menit. Oh Tuhan, kita bahkan harus menghabiskan banyak waktu untuk pembicaraan konyol ini.”

Minho menyentil jidat Jiyeon setelah gadis itu melepaskan pelukannya, “ini percakapan luar biasa, sayang.” Koreksi Minho. Pria itu memilih bangun dari kasur tanpa menurunkan Jiyeon terlebih dahulu dari pangkuannya. Membuat gadis itu menjerit kaget saat tubuhnya ikut terangkat dan langsung menyilangkan kedua kakinya di lingkaran pinggang Minho sambil kedua tangannya memeluk erat leher Minho. Tangan Minho melingkar di bawah bokong Jiyeon. Demi Tuhan, ini posisi yang pas untuk melakukan rangsangan. Jika saja Jiyeon mau, dia tinggal menggesekkan bokongnya ke area sensitif Minho. Dan Jiyeon tidak mau membayangkan itu.

“Karena kita sudah cukup telat, lebih baik mandi bersama untuk mempersingkat waktu.” Kata Minho enteng, pria itu menggoda Jiyeon lewat tatapan nakalnya.

Jiyeon melotot malu, ia memilih loncat dari gendongan Minho dan berlari ke kamar mandi sambil membanting pintunya kasar. Minho bahkan bisa dengan jelas mendengar suara pintu yang terkunci, kelakuan Jiyeon itu justru membuatnya tertawa geli. Gadis itu terlalu banyak tingkah, tapi justru tingkahnya itu selalu bisa membuat hati Minho yang beku sedikit mencair. Kekakuannya perlahan sedikit pudar, tidak ada lagi Minho si tanpa senyum. Dan itu semua berkat gadis itu.

“Apa Gwangju masih jauh?” Tanya Jiyeon tanpa minat, ia menyender pada sandaran kursi mobil sambil melirik Minho yang fokus menyetir, sesekali tangannya memutar radio untuk mencari saluran menarik, “aku lapar, Minho.” Keluhnya kemudian, sambil memegangi perutnya dan memasang wajah melas.

Minho melirik lewat ekor mata, “masih tiga jam lagi. Kita berhenti sebentar.” Kata Minho pelan, ia meminggirkan mobilnya sesaat setelah melihat sebuah kios di pinggir jalan. Setelah melepas sabuk pengaman, Minho berpesan untuk Jiyeon tetap tinggal di mobil. Barulah kira-kira sepuluh menit kemudian Minho datang membawa dua bungkus Gaeran Toast-U dan dua buah teh hijau. Mata Jiyeon berbinar cemerlang, “waw, itu terlihat lezat. Aku berpikir akan mati di tengah jalan.” Seru Jiyeon sambil menyambar Gaeron Toast-U dari tangan Minho.

Minho menggeleng maklum melihat cara makan Jiyeon yang terkesan buru-buru sampai sesekali terbatuk.

“Pelan-pelan saja.” Saran Minho sambil membersihkan sisa kubis yang menempel di bibir Jiyeon. Jiyeon bahkan tidak merasa malu sama sekali, ia tetap cuek dan melahap makanannya. Berbanding dengan Minho yang tampak tenang saat makan bahkan saat pria itu kembali membersihkan bibir Jiyeon. “Kau membuatku ingin menciummu.”

Jiyeon kembali tersedak, ia buru-buru meminum teh hijau di bantu Minho. “Sialan, kau membuatku hampir mati tersedak.”

“Cara mati yang tidak elit.”

Jiyeon melirik sinis. “Ow, itu terkesan seperti kau mengejekku.”

Minho melirik malas, ia memilih mengabaikan Jiyeon dan memulai kembali perjalanan setelah makanannya habis. Begitu juga dengan Jiyeon yang memilih bungkam sambil kembali bersender. Ada saluran yang membuat Jiyeon tentram, saluran yang memutar lagi-lagu jazz klasik. Ini sempurna, duduk disamping pria tampan ditemani lagu jazz dan pemandangan di pinggir jalan yang di penuhi daun maple membuat Jiyeon merasa nyaman. Perasaan ini sangat alami, “perjalanan ini tidak buruk.” Jiyeon mulai bercelotoh sendiri, tidak suka dengan suasana mobil yang sepi.

“Aku tidak pernah ke Gwangju. Aku penasaran apa disana banyak barang bagus? Ah tidak, sudah berapa lama aku tidak berbelanja? Aku harus mendapatkan sesuatu di Gwangju. Mungkin sepatu, atau mantel? Mantel berbulu tebal.”

Jiyeon kembali memutar saluran radio saat lagu jazz berganti lagu indie. Ia memilih saluran yang memutar lagu pop. Sementara Minho hanya diam tanpa menanggapi, tapi pria itu sesekali melirik Jiyeon.

“Sial, aku tidak suka lagu ini.” Jiyeon kembali memilih saluran radio.

“Apa kau bisa diam?”

Jiyeon melirik Minho, “apa?!”

“Berhentilah berbicara sendiri dan berhenti mengganti saluran radio. Ada kaset jazz di bawah, kau bisa memutarnya.”

Jiyeon melirik antusias, ia mengambil kaset dan memutarnya. Gadis itu merasa nyaman, ia kembali menyenderkan tubuhnya lagi untuk merilekskan tubuh.

“Ini lagu favoritku.” Kata Jiyeon, ikut bernyanyi saat Miles Davis menyanyikan lagu Freddie Freeloader. Minho hanya diam mendengarkan. Tapi ia tetap memasang telinganya, suara Jiyeon tidak terlalu buruk. Ia suka suara gadisnya, lembut dan halus. Walau tidak sebagus penyanyi terkenal di Korea. Tapi suara Jiyeon berciri khas. Minho bahkan bisa menebak suara gadisnya jika disuruh tutup mata. Ada ketenangan sendiri yang Minho rasakan saat mendengar suara Jiyeon. Berbeda dengan dia, dia juga suka bernyanyi. Dia suka menyanyikan lagu berjenis pop di samping Minho. Suaranya sempurna dan Minho selalu tidak pernah absen untuk memuji. Kali ini bukan dia yang ada di kursi sampingnya. Gadis lain telah mengisi kekosongan itu.

                            OBSESSION

Jiyeon kini tahu tatapan tajam Minho berawal dari mana. Wanita paruh baya di depannya terlalu glamour jika di bandingkan dengan wanita-wanita se usianya. Tatapannya persis seperti Minho. Tajam dan mengintimidasi, dan Jiyeon tidak suka saat wanita itu menatapnya intens, meneliti penampilannya seperti menilai barang di toko. Demi Tuhan, tidak ada yang salah dengan penampilannya. Jiyeon bahkan mengenakan dress rancangan desainer terkenal. Ibu nya yang mengirimkan dress tersebut langsung dari prancis. Heels yang ia pakai juga tampak cemerlang dengan sedikit taburan berlian yang membuatnya bernilai tinggi. Dan rambutnya tampak mengkilat, tebal dan sehat.

Tapi wanita yang Jiyeon yakin Ibu nya Minho ini terus saja memperhatikan Jiyeon dari pertama datang hingga mereka duduk di ruang tamu. Rumah ini terlalu mewah untuk seorang wanita single parent sepertinya. Halamannya luas, dan hiasan yang ada di rumah ini hampir semua terbuat dari krystal. Ibu Minho juga sangat cantik dan anggun, cara duduknya persis seperti wanita terhormat. Jiyeon jadi teringat dengan Ibu nya.

“Siapa namamu?” Tanya Ibu Minho.

Jiyeon melirik sebentar Minho di sampingnya, pria itu meremas kuat tangan Jiyeon membuatnya mengernyit aneh. Ini lucu, Jiyeon yang di tanya Minho yang panik. Bahkan Jiyeon terlihat santai dan tidak perduli.

“Eomma, jangan mulai.” Gertak Minho. Ibu nya hanya melirik tidak perduli dan kembali menatap Jiyeon.

“Park Jiyeon.”

Jiyeon masih tidak mengerti tatapan antara Minho dan Ibu nya. Ada sesuatu yang membuat tatapan mereka terkesan dingin terselimuti perselisihan.

“Aku seperti tahu nama itu.”

“Eomma..” Minho kembali memperingati.

Ibu Minho tidak memperdulikan sama sekali, wanita paruh baya itu hanya terfokus pada Jiyeon. Menatapnya dalam dan penuh arti. “Apa kau kenal Rain Park?”

Jiyeon mengangguk aneh, “dia Ayah ku.”

Minho memperhatikan Ibu nya penuh arti.  Melihat cara Ibu nya tersenyum atas jawaban Jiyeon membuat asumsi lain muncul. Tapi ini mustahil, Ibu nya tipe orang yang selektif dalam menilai seseorang. Cenderung pasif dan tidak mudah dekat. Minho bahkan ragu saat Ibu nya pindah posisi dan duduk di samping Jiyeon, yang membuatnya tidak percaya adalah saat Ibu nya tersenyum lembut pada orang lain.

“Aku sudah curiga saat melihat penampilan mu. Itu dress rancangan Yves Saint Laurent, kan? Sahabat ku Kim Tae Hee teman dekatnya. Tidak heran jika kau memakai rancangan beliau, pasti Tae Hee yang memberikannya.”

Jiyeon menatap terkejut, tidak percaya bahwa wanita ini mengenal Ibu nya. Bahkan Ibu Minho bilang jika Ibu nya adalah sahabat Ibu Minho. “Bibi mengenal Ibu ku?” Tanya Jiyeon.

“Tentu saja, dia sahabat ku sejak SMA. Dia menetap di prancis sejak bercerai dengan Rain dan berubah jadi orang sibuk.” Ibu Minho kemudian melirik Minho yang sejak tadi hanya diam, “Jiyeon dari keluarga terhormat. Aku memberi restu dengan senang hati.”

Ibu Minho menatap Jiyeon penuh binar, ia dengan senang hati mengajak Jiyeon berkeliling di rumahnya, ia juga mengajarkan Jiyeon memasak saat gadis itu mengakui kelemahannya dalam hal memasak, Jiyeon buruk untuk itu. Tapi Jiyeon mau mencoba.

Minho sedang duduk di ruang santai sambil menonton tv saat Ibu nya datang duduk di sampingnya.

“Jiyeon sedang di kamar mandi.” Kata Ibunya seolah mengerti saat Minho menengok kebelakang mencari keadaan sang gadis.

“Aku senang kau membawa orang yang tepat. Aku menyukainya, beda dengan dia.”

“Berhenti menjelekkannya.”

“Kau bahkan masih membela dia. Dia jelas bukan gadis baik-baik. Asal-usul nya tidak jelas.”

Minho mulai merasa tidak nyaman, tapi dia juga tidak bisa diam saja, Minho menatap marah Ibunya, sedangkan Ibunya sendiri tampak santai tapi tatapannya setajam tatapan Minho. “Kau hanya belum mengenalnya. Dia gadis yang baik, dia gadis yang membuat ku jatuh cinta.”

“Tapi dia meninggalkan mu dengan pria lain.”

“Dengar Minho.” Ibu nya melanjutkan, “aku mengerti kenapa kau memilih Jiyeon. Jiyeon mirip dengan dia. Tapi tidak sepenuhnya mirip, hanya tatapan mereka yang sama. Selebihnya Jiyeon jauh lebih baik. Jangan menyakitinya, dia tidak tahu apa-apa. Aku senang jika kau memiliki hubungan yang serius dengan Jiyeon. Tapi aku tidak suka jika kau menyakitinya. Dia anak sahabatku, dan aku tidak mau Jiyeon terluka. Cukup dengan perceraian kedua orang tuanya..”

“Kau tidak mengerti!” Potong Minho sedikit membentak. “Kau tidak mengerti apa yang aku rasakan. Kau yang membuat dia meninggalkan ku. Sikap mu padanya yang membuat dia tidak tahan dan pergi. Aku memilih Jiyeon karena Jiyeon mirip dengan dia. Aku akui itu.”

Ibu Minho jelas marah mendengarnya, matanya semakin melotot tajam ada otot pipinya yang menonjol. “Minho!” Tangan Minho terangkat sebelah menyuruh Ibu nya untuk tetap diam. “Aku bahagia dengan Jiyeon. Dia masalalu ku, tapi aku masih tidak bisa melupakan dia sepenuhnya. Ini butuh proses, Jiyeon hidupku sekarang. Jadi tolong, sebagai seorang Ibu, tolong mengerti. Aku butuh waktu untuk melupakan dia.

Ibu Minho menatap tidak percaya. “Kau memanfaatkan Jiyeon.”

Minho berniat menjawab tuduhan Ibunya, tapi Jiyeon tiba-tiba datang membuat nya bungkam juga takut. Minho takut Jiyeon mendengar percakapan dia dan Ibu nya. Tapi gadis itu tidak menunjukkan reaksi apa-apa, Jiyeon ceria seperti biasa. Minho langsung menarik gadis itu duduk di sampingnya dan merangkulnya erat. Minho benar-benar merasa takut sekarang.

“Apa yang kalian bicarakan? Serius sekali.” Tanya Jiyeon penasaran.

Minho memberikan tatapan penuh arti pada Ibu nya yang langsung pindah ke sofa lain, begitupun sebaliknya. Selanjutnya Ibu Minho tersenyum tulus, “tidak ada. Hanya sedang membahas tentang kuliah Minho. Aku dengar kau juga mahasiswi kedokteran?”

Jiyeon mengangguk antusias, “aku mewarisi bakat Ayah ku. Aku selalu suka melihat Ayah saat mengenakan scrub.”

Ibu Minho mengangguk setuju, “Rain memang dokter yang hebat, juga tampan.” Ibu Minho mengerling jahil membuat Jiyeon tertawa setelahnya. Minho menjadi satu-satu nya yang pasif. Ia tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Jiyeon. Sejak awal gadis itu datang setelah pembicaraannya dengan sang Ibu, tidak tahu kenapa Minho merasa khawatir.

“Aku rasa kita harus pulang.” Kata Minho tiba-tiba.

Jiyeon dan Ibu Minho menatapnya terkejut, “secepat ini?” Tanya Ibu nya.

“Ini sudah lama.”

“Aku pikir kita akan tinggal lebih lama lagi.”

Minho mengusap rambut gadisnya, membawa Jiyeon cepat-cepat keluar dari rumah ini merupakan keputusan mutlak. Ia tidak suka di sini. Tujuan awalnya datang hanya ingin memperkenalkan Jiyeon dengan Ibu nya. “Kau bahkan belum mencicipi masakanku.”

Minho sekali lagi mengusap rambut Jiyeon saat gadis itu mulai merajuk, Ibu Minho menjadi pihak yang memperhatikan.

“Lain kali, sayang.”

Kunci mobil sudah ada di tangan Minho, tangan satunya lagi memegang tangan Jiyeon, membawa gadis itu untuk berpamitan pada Ibu nya. Ibu Minho langsung memeluk Jiyeon, tapi mata nya menatap Minho penuh makna. Ada pesan ancaman yang terdapat di mata onyx tersebut. Dan itu cukup untuk membuat Minho mengerti. Ia buru-buru menarik Jiyeon setelah Jiyeon dan Ibu nya mengucapkan salam perpisahan berakhir janji Jiyeon untuk kembali lagi.

Ini hari yang panjang, juga melelahkan. Nasihat Ibu nya tadi berhasil membuat tamparan keras dan membuatnya sedikit sadar.

Saat Minho sudah masuk kedalam mobil, pria itu tidak langsung menyalakan mesin. Membuat Jiyeon yang ingin memakai sabuk pengaman menatap nya aneh. Minho hanya diam memperhatikannya, tatapan itu tatapan putus asa. Jiyeon tidak tahu pastinya, tapi Minho terlihat rapuh saat ini. Dan pria itu tiba-tiba saja menariknya dalam pelukan, terlalu erat tapi tidak menyakitinya.

“Jangan tinggalkan aku.” Katanya bernada sedih. Jiyeon semakin tidak mengerti. Minho tidak pernah seperti ini, serapuh ini. Biasanya Minho selalu terlihat percaya diri, tegas dan arogan. Membalas pelukan Minho sambil mengusap punggung pria itu adahal hal yang ia bisa lakukan.

“Aku tidak akan meninggalkan mu.” Kata Jiyeon tidak yakin.

Tbc.

A/n : ini masih belum apa-apa. Kedepannya bakal lebih vulgar dan hot. Makanya gue bilang bakal ada part yg di protect. Buat anak di bawah umur mending jangan baca, tapi gue tau walaupun sekeras apa gue peringatin tetep aja di baca. Dosa di tanggung sendiri ya haha. Ini ff yg mengandung konten dewasa, jadi jangan heran kalo part-part selanjutnya bakal lebih berani dan nyeleneh dari ini. Dan ini masih belum bulan puasa jd gue masih bisa lah nyuri waktu. Tapi buat namatin obsession sebelum bulan puasa.. maaf gabisa. Ini alur lambat,dan ga mungkin gue ngetik setiap hari. Real life juga penting gaes.

Kalopun gue mau namatin, kesannya maksa bgt dan jatohnya gabakal dpt feel. Jd mohon sabarin aja. Gue bakal tetep lanjutin ff ini sampe tamat kok, jadi tenang aja. Ending sama konflik nya juga gue udah tau mau gimana hahaha.

VH tunggu aje, bulan puasa paling baru post;;)

Author:

If you Jiyeon fans, you must stay here. but, if you hate my fav idol..you must go on without drama. thx

76 thoughts on “5. OBSESSION : “She”

  1. gimana jadinya klo jiyeon tau tentang sihh ‘dia’ mantan minho??? terus klo ‘dia’ kembali muncul dihadapan minji nanti, apakah hati minho akan goyah,memilih jiyeon/’dia’??

  2. Oho…makin penasaran aja sama “dia”…omg jiy..ternyata bisa juga berpikir kotor emang Pesona minho sulit dihindari..keke.

  3. Yeah sekarang jiyeonnya dah mulai nerima. Tpi minho nya yg mlah belum bisa ngelupain si dia. Btw bagus deh seenggaknya minji dah dpt restu eomma minho. Yehh lebih vulgar asik dong. Jngan di pw donk susah nyari pwnya…

  4. ‘Dia’ yg dimaksud itu kira kira siapa?
    Terus minho masih ada sedikit rasa ya..
    Wah jadi kasian sama jiyeon
    Okee ditunggu next chapnya

  5. aduh penasaran banget siapa mantan minhoo. huhh sedih gue pasti ika ketahuan jiyeon pasti kecewa. disaat jiyeon telah menerima jiyeon, mungkin mantanya datang-_-
    pliss jangan sad ending:)
    lanjut yaa

  6. siapa si ‘dia’,,, buat penasaran….
    klo jiyeon tau bgmna ???
    apa msih ada kenangan dia n minho,,d smpan d tmpat minho ???
    d tnggu kelanjutannya….
    jgn lma2 yyyyyaaaaa…… 🙂

  7. sumpaaahhhh.. daebak.. gue fans lo thor sumpah lo keren banget.. gaya bahasa yg lo tulis keren banget sumpah.. okk mulai hari ini gue janji bakal jadi fans lo

  8. Ini bulan puasa ane nemu ni fic… Deg degan pad bagian hot nya du skip skip hahahah lagi puasa … Mau baca chap 1 dlu saya nemu fic ini loncat ke chap terakhir … Au tunggu kelanjutam nya… A knocku suka banget karakter ji yeon …Semangat ya

  9. Akhir’a Jiyi mulai membuka hati untuk Menong semoga sikap paranoid Menong masih taraf normal karna bisa aja Menong malah terkena sakit kejiwaan tapi semoga ngak terjadi dan semoga Jiyi bisa membuat Menong menjadi sosok yang dulu bukan sosok yang pemaksa obsesi malah terkesan psiko

    Dan semoga dengan kata” Nyonya Choi Menong bisa berubah sedikit demi sedikit karna ngak memungkinkan juga suatu saat Jiyi bener” lelah dan memilih menghilang dari kehidupan Menong

  10. Jiyeon udah mulai nrima minho disampingnya,,
    Uhhh jiyeon masih bisa aja nahan walau minho sexy + tampan sperti itu,,
    Jiyeon gak akn ninggalin km minho tapi klo sebaliknya gimana ?!!

  11. minho masih teka teki soal masa lalu nya, seneng ibu nya minho nerima jiyeon , penasaran sama sosok di

  12. Apa jiyeon dengar ya percakapan minho dgn eomma nya,jiyeon udah mulai nerima minho apa mungkin udah cinta sama dia

  13. baru Nemu blog ini, dan langsung suka. apalagi pasangan Jiyeon Si Minho Kodok,..
    ceritanya buat penasaran, kayaknya Minho dan Ibunya Punya kenangan tidak baik soal mantan pacar Minho,..

    berharap Semoga Minho nantinya tulus mencintai Jiyeon,..
    izin baca lanjutannya ya thor 🙂 Gumawo

  14. Lebih baik minho lansung cerita ke jiyeon siapa si “dia” itu. Jangan sampe jiyeon tau dari orang lain. Akhirnya ada sweet moment minji juga hehehe

Leave a reply to Kina J Cancel reply